@article{Sabrina_2019, title={Literasi Digital Sebagai Upaya Preventif Menanggulangi Hoax}, volume={5}, url={https://journal.lspr.edu/index.php/communicare/article/view/36}, DOI={10.37535/101005220183}, abstractNote={<p>Salah satu hal terpenting dalam menghadapi peredaran informasi palsu <em>(hoax)</em> di era <em>post-truth</em> adalah meningkatkan literasi digital. Tujuan memiliki kemampuan literasi digital ialah untuk memberikan kontrol lebih pada khalayak dalam memaknai pesan yang berlalu-lalang di media digital. Tulisan ini kemudian akan mengeksplorasi urgensi literasi digital, bagaimana pengaruhnya, serta cara meningkatkan kecakapannya sebagai upaya menanggulangi <em>hoax.</em> Studi ini menggunakan metode kepustakaan dalam mengelaborasi berbagai macam literatur baik berupa buku, jurnal, majalah, maupun literatur yang relevan dengan tema tulisan. Dalam studi ini, akan dilakukan penyesuaian terhadap ekologi media yang sudah berubah sehingga mendorong adanya unsur kebaruan dari studi terdahulu, khususnya literasi media. Mengembangkan definisi literasi media yang dicetuskan oleh W. James Potter, penulis mencoba membagi definisi literasi digital ke dalam tiga kategori serupa (dengan mengganti obyek media menjadi teknologi digital) yakni <em>umbrella definition</em>, definisi proses, dan definisi tujuan. Perbedaan tingkat literasi tentu saja akan berdampak pada perbedaan kontrol individu dalam proses interpretasi informasi yang ada, terutama informasi yang beredar di media sosial. Di satu sisi, media sosial dapat dilihat sebagai satu langkah lebih dekat dengan demokrasi pada internet, dan menutup kesenjangan digital antara negara berkembang dan negara maju. Akses pada informasi dan dukungan sosial dapat meningkat. Namun di sisi lain, beberapa kasus negatif ditemukan dalam ranah kebebasan berpendapat seiring intensnya penggunaan media sosial di masyarakat. Berdasarkan data dari Diskominfo Jabar 2012, saluran penyebaran berita <em>hoax</em> sebanyak 92,4% ditemukan melalui media sosial. Oleh sebab itu, relasi literasi digital dengan upaya mengatasi kasus <em>hoax</em> perlu lebih banyak digali terutama pada golongan media sosial dengan kasus <em>hoax</em> terbanyak yaitu jenis mikroblog (Twitter) dan SNS (Facebook dan Instagram). Pertama, literasi digital sebagai sebuah keharusan dalam kehidupan komunikasi akan ditinjau mulai dari konsep teoritis hingga arti pentingnya. Kedua, tulisan ini akan membahas relasi literasi digital dengan upaya penanggulangan <em>hoax</em> di era <em>post-truth</em>. Ketiga, mekanisme peningkatan kecakapan literasi digital akan dihadirkan sebagai upaya preventif<em>.</em> Relasi literasi digital dalam memberantas berita palsu ini terletak pada peran kemampuan kognitif khalayak dalam proses verifikasi informasi. Bahkan, pada tingkatan yang lebih tinggi, literasi digital dapat membantu individu memberikan informasi alternatif atas informasi yang sudah terkonfirmasi kepalsuannya. Bila kontrol konten media sosial rasanya sulit dilakukan oleh pemilik media, pemerintah, maupun kelompok lainnya, literasi digital adalah salah satu solusinya. Dengan menggalakkan literasi digital, pengendalian diri terhadap penggunaan media sosial dapat dilakukan secara optimal. Peningkatan literasi digital sebagai bentuk <em>self control</em> menjadi solusi untuk mencegah kasus peredaran informasi palsu <em>(hoax)</em> menjadi berulang dan semakin banyak. Literasi digital dapat menjadi cara yang efektif untuk menanggulangi informasi palsu <em>(hoax)</em> di era <em>post-truth</em>, dengan mengenalkan tanda- tanda berita palsu, prosedur verifikasi informasi, hingga menindaklanjuti informasi yang kiranya masuk kategori <em>hoax</em>.</p>}, number={2}, journal={Communicare : Journal of Communication Studies}, author={Sabrina, Anisa Rizki}, year={2019}, month={Jan.}, pages={31–46} }